Diskusi UU Pemajuan Kebudayaan Di Taman Budaya Sulteng (1) - berandaagung

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

Senin, Juni 12, 2017

Diskusi UU Pemajuan Kebudayaan Di Taman Budaya Sulteng (1)


Terkait disahkannya UU. NO.5 Tahun 2017 mengenai pemajuan kebudayaan, Komunitas Seni Tadulako – Yayasan Tadulakota’ menyelenggarakan temu diskusi dalam rangka membangun Ekosistem Kebudayaan bersama. Adapun yang ikut serta pada diskusi tersebut, yaitu unsur Eksekutif maupun Legislatif, LSM Pemeharti Budaya, Akademisi, serta pegiat Seni-Budaya. Berlangsung di Taman Budaya Jalan Abd. Raqie, Palu Barat. Senin, (11/6/2017).

Diskusi yang diantarkan oleh Rizali Djaelangkara selaku akademisi di Universitas Tadulako, membuka dialognya dalam sebuah catatan kritis dengan merangkumkan kekuatiran dan harapan dalam UU. No 5 Tahun 2017 mengenai pemajuan kebudayaan daerah.

Rizali menyampaikan kelahiran undang-undang pemajuan kebudayaan ini dilatarbelakangani oleh berbagai permasalahan, seperti pembangunan ekonomi yang belum diimbangi dengan pembangunan karakter bangsa, sehingga memperlemah jati diri nasional dan ketahanan budayanya, serta beragam hal lainnya.

Ia juga mencatat implikasi pemajuan kebudayaan terhadap perkembangan kebudayaan di daerah memiliki permasalahan faktual yang belum adanya titik temu persepsi dan sudut pandang serta komunikasi yang melembaga secara konstruktif dan produktif. Berbagai pihak yang terlibat seperti pegiat seni-budaya, maupun pemerintah selaku regulator pun asik pada dunianya sendiri tanpa mengoptimalkan upaya mengedukasi dunia kesenian atau kebudayaan di masyarakat.

Di sisi lain, Zulkifly Uun Pagesa selaku budayawan yang juga aktif berkegiatan di Dewan Kesenian Donggala, menyatakan bahwa bagaimana bisa kebudayaan diatur? Sedangkan kebudayaan berkembang secara alami di masyarakat, akan tetapi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, yaitu mengantisipasi perkembangan-perkembangan terkini mengenai kebudayaan dalam konteks kebudayaan itu sendiri.


Undang-undang ini kemungkinan akan lebih mengatur sesuatu dalam bidang kepentingan politik di pemerintahan, sementara budaya yang bersifat cair itu mengalir begitu saja dengan mencocokan keberadaanya di suatu tempat tertentu. “Semestinya undang-undang pemajuan kebudayaan ini dipertajam pada hal-hal yang filosofis untuk melihat lebih dekat keberagaman yang tumbuh di tempat masyarakatnya berada”, ungkap Uun.

Sebelumnya pembahasan RUU telah memusatkan perhatiannya pada upaya “memajukan kebudayaan” sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 32 Ayat 1. Mengutip penyampaian Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya, yang dirilis oleh Kemendikbud, menyampaikan bahwa sedikitnya terdapat 9 manfaat yang diperoleh masyarakat dari pokok-pokok bahasan atau norma-norma saat RUU ini disahkan menjadi UU.

Ke sembilan manfaat tersebut, yaitu: kebudayaan sebagai investasi bukan biaya; sistem pendataan kebudayaan terpadu; pokok pikiran kebudayaan daerah; strategi kebudayaan; rencana induk pemajuan kebudayaan; dana perwalian kebudayaan; pemanfaatan kebudayaan; penghargaan, dan sanksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad